Monday, October 28, 2013

Mencari Karnaval di Negeri Khayalan oleh Christine Fransiska dari BBC

Walau baru seumur jagung, Aurette and the Polska Seeking Carnival (AATPSC) disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada kemampuan mereka membawakan melodi-melodi sirkus yang utopis.

Perpaduan alat musik akordeon, ukulele, trumpet, perkusi, dan drum dalam tiap lagu-lagunya membuat mereka terpisah dari kelompok musik lain, bahkan di scene musik indie sekalipun yang banyak memberi kesempatan ratusan kelompok bereksplorasi.
Saat pertama merilis EP AATPSC, yang terbatas hanya 100 CD dan 100 kaset pada Maret 2013 lalu, sudah habis terjual. Pun, format vinyl yang dirilis Oktober ini hanya tinggal bersisa beberapa kopi saja.
"Awalnya memang sengaja ingin rilis terbatas karena kita ingin tahu seberapa kuat pendengar ingin punya lagu-lagu kita, ternyata sambutannya lebih dari yang kita bayangkan," kata Danny Rachman, pemain bass, untuk program Info Musika.
Aurette and the Polska Seeking Carnival mengkategorikan musiknya sebagai jenis folk dan berharap pendengar bisa terbawa ke 'dunia yang berbeda ketika mendengar musik mereka.
"Kami ingin memberikan konsep utopis, bahwa imajinasi dan rasa ingin tahu merupakan hal yang luar biasa dan bisa buat semua orang bahagia," kata Aris Setyawan, pemain drum.
"Dengan lagu-lagu ini, kita harap pendengar bisa membayangkan dunia yang tidak punya kata sedih dalam kamusnya. Ada lagu kita, yang berjudul Wonderland yang bisa mewakili maksud kami ini."
"Bahwa mereka bisa berimajinasi, berlari di padang rumput bersama kelinci dan bahagia."
"Curiosity and imagination will be great when they’re combined. It'll take you to some new place such a wonderland. So you could imagine yourself as a seagull. Who have a clear point of view about freedom from the highest sky," begitu liriknya.

Mencari para 'Polska'

Kelompok musik yang baru berumur satu setengah tahun ini dibentuk dari proses 'ajak-ajak' teman sesama kampus di Insitut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Awalnya hanya ada Aurelia Marshal dan Dhima Christian Datu yang merasa tidak puas suasana berkesenian di kampus mereka.
"Waktu kami latihan, sepertinya ada yang kosong. Jadi minta tolong beberapa teman yang lain untuk mengisi, mulanya drum, kemudian bass, brass, dan kemudian jadi bertujuh," kata vokalis Dhima Christian Datu yang kerap disapa Tea.
Dari situlah lima laki-laki, yaitu Aris Setyawan, Danny Rachman, Ahmad Mursyid, Khrisna Bayu, dan Rian Hidayat, bergabung meramaikan apa yang mereka sebut sebagai 'kelompok sirkus' ini.
"Jadi Aurette itu dari nama Aurel dan Tea, dan the Polska itu cowok-cowoknya. Jadilah Aurel, Tea, dan the Polska yang sama-sama mencari karnaval," sambung Tea.
Walau mengkonsepkan 'kebahagiaan', penggarapan musik mereka mungkin tak bisa dianggap senang-senang.
Aris mengaku banyak tantangan kala menggarap EP pertama, terutama tentang bagaimana menyatukan tujuh kepala - yang berarti tujuh konsep - yang berbeda-beda dalam sebuah konsep karnaval.
"Anggotanya punya latar belakang musik berbeda-beda, ada yang jazz, ada yang metal. Jadi tadinya ingin selesai buat EP satu bulan, jadi molor tiga bulan," katanya.
Info Musika adalah program BBC Indonesia yang mengupas berbagai sisi tentang musik dan disiarkan tiap Jumat petang WIB.

No comments:

Post a Comment