Monday, December 31, 2018

[Press Release] Auretté and The Polska Seeking Carnival Merilis Album Kedua Bertajuk Bloom

Bloom.

Pada 25 Desember 2015 grup band beraliran folk pop asal Yogyakarta, Auretté and The Polska Seeking Carnival atau AATPSC merilis album kedua bertajuk Bloom. Album ini sudah dapat didengarkan di Spotify, iTunes, Apple Music, Youtube, Deezer, Google Play Music, Tidal, Napster, Amazon Music, dan layanan digital stores lainnya.

Sementara untuk versi fisik dari album Bloom saat ini sedang dalam tahap produksi dan akan menyusul dirilis secepatnya.

Album ini dinamai Bloom yang secara harfiah dapat diartikan “mekar”, sebagai representasi sebuah perubahan atau transformasi yang terjadi baik dari segi musikal maupun personel AATPSC. Secara personal, sejak terbentuk pada 2012 silam hingga sekarang, setiap personel band telah mengalami banyak perubahan dalam hidup mereka. Sementara dari segi musik, Bloom mengalami perubahan yang drastis dan sangat berbeda dengan album pertama AATPSC bertajuk Self Titled yang dirilis pada 2013 silam.

Perubahan musikalitas Bloom dapat dilihat dari segi musik dan lirik. Jika dalam album pertama Self Titled AATPSC banyak menggunakan instrumen akustik dan lirik lagu berbahasa Inggris, pada album Bloom yang berisi 12 lagu ini AATPSC banyak menambahkan instrumen elektronik dan sampling elektronik, serta menggunakan lirik berbahasa Indonesia dalam beberapa lagu.

Selain mengisahkan proses transformasi personal AATPSC, 12 lagu dalam Bloom berkisah tentang kehidupan sekitar. Single pertama bertajuk “Rinai Hujan” berkisah tentang seseorang yang bersedih dan merasa sendu di kala berdiri di tengah hujan, ia mengharapkan seseorang menemuinya dan mengajaknya berteduh. Sementara dalam “Lullaby (Wondering Why)” AATPSC menjabarkan hubungan antara manusia dan Tuhan. “On The Shore” secara sureal menggambarkan sepasang kekasih yang tengah berjalan di pantai. AATPSC juga menyoroti persoalan sosial dalam lagu “Melerai Lara”, lagu ini menyoroti kaum transgender yang seringnya masih mendapat diskriminasi di tengah masyarakat. Lagu “Tamasya” menjabarkan para manusia yang suka bertamasya, namun terkadang baik sengaja atau tidak sengaja merusak alam sekitar. AATPSC juga menyoroti masalah kesehatan mental/jiwa dalam lagu “The Bell Jar.”

Di album ini AATPSC juga berkolaborasi dengan beberapa musisi lain. Misalnya dalam lagu “The Bell Jar”, Gardika Gigih bermain piano dan membuat reverse sampling, dan YK Brass Ensemble mengisi departemen brass section atau alat tiup besi.

Auretté and The Polska Seeking Carnival terbentuk pada tahun 2012. Sebelum merilis Bloom di tahun 2018, mereka telah merilis album pertama bertajuk Self Titled pada 2013 silam. Album Self Titled tersebut dirilis dalam berbagai format yaitu kaset pita, CD, rilis digital mp3, dan vinyl atau piringan hitam.

Setelah wara-wiri di berbagai panggung dan merilis album pertama, AATPSC mulai dikenal oleh khalayak penikmat musik. The Jakarta Post menyebut AATPSC sebagai “...unassuming young men and women who carved their own niche by playing music that is not only unique but also a breakthrough in a scene...” BBC Indonesia menyatakan “AATPSC disambut baik oleh pendengar musik indie tanah air, terima kasih kepada kemampuan mereka membawakan melodi-melodi yang utopis.” South East Asia Indie (SEA Indie) mengulas AATPSC “all the musical creativities have been crytalized into one precious gem; a whimsical melodic and rhythmic style of European music.” Sementara situs pemerhati musik indie Asia Tenggara The Wknd menyebut musik AATPSC “sounds very français but very nusantara at the same time, surprisingly.”

----

Dengarkan "Bloom" di:

Spotify https://distrokid.com/hyperfollow/aurettandthepolskaseekingcarnival/f1s5

Apple Music/iTunes http://itunes.apple.com/us/album/bloom/1448075022

Deezer www.deezer.com/en/album/83019282

Tidal http://tidal.com/browse/album/101697925

Monday, September 12, 2016

MELERAI LARA

































Pada tanggal 27 Agustus 2016 band folk asal Yogyakarta Auretté and The Polska Seeking Carnival (AATPSC) merilis sebuah single bertajuk “Melerai Lara.” Single tersebut dapat diunduh secara gratis di situs layanan agregator musik ripstore.asia/melerailara atau didengarkan streaming di situs layanan musik daring soundcloud.com/aatpsc.
“Melerai Lara” adalah karya AATPSC yang pertama direkam setelah memutuskan kembali aktif bermusik akhir tahun 2015 kemarin. Keputusan melemparkan single adalah untuk mengobati kerinduan para pendengar akan karya-karya AATPSC, sekaligus sebagai ancang-ancang untuk album kedua yang saat ini masih dalam proses penggodokan materi.
Untuk perilisan single ini AATPSC bekerjasama dengan Ripstore.asia, situs agregator musik asal Bandung. Kerjasama ini sekaligus untuk mensosialisasikan fair trade music. “Melerai Lara” dibebaskan untuk diunduh siapapun dengan lisensi Common Creative 4.0. Artinya setiap orang boleh mengunduh, mendengarkan, dan membagikannya kepada siapapun asal tidak digunakan untuk tujuan komersil.
Berdurasi lebih kurang enam menit, “Melerai Lara”berbeda dengan kebanyakan lagu AATPSC di album pertama maupun lagu yang belum sempat terekam. Dari segi musik, AATPSC mulai bermain-main dengan nuansa. Dari segi lirik, setelah di fase sebelumnya banyak menulis lirik berbahasa Inggris, AATPSC mulai menulis lirik berbahasa Indonesia. “Melerai Lara” adalah titik saat AATPSC mengalami perubahan dalam banyak hal.
“Melerai Lara” bercerita tentang seseorang yang tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Seseorang yang persona-nya terpenjara. Dunia, tatanan masyarakat, dan norma seringnya mengungkung seseorang, menjerat persona dalam lara, buntutnya seseorang tersebut tak dapat menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Aurette and The Polska Seeking Carnival atau AATPSC adalah band yang berasal dari Yogyakarta. Beranggotakan enam orang yaitu Dhima Christian Datu (vocal, accordion, ukulele), Aurelia Marshal (ukulele, keyboard, synthesizer, vocal), Danny Rachman (bass), Ahmad Mursid (trumpet), Bayu Atmojo (trombone), dan Aris Setyawan (drum, percussion). Album pertama AATPSC bertajuk “Self Titled” (2013) dirilis dalam beberapa format: kaset pita seluloid, CD, vinyl atau piringan hitam, dan mp3 bebas unduh.

Thursday, August 4, 2016

Agustus ini kami mempersembahkan sebuah karya setelah perjalanan panjang kami sejak album pertama, segera di 27.08.16 #MeleraiLara

Monday, December 14, 2015

Galeri Foto "Back To Wonderland"

Sepertinya band karnaval ini selalu lekat dengan hujan. Ketika dengan gegabah memutuskan membubarkan band ini 2 tahun yang lalu hujan deras tengah mengguyur Jogja. Pun ketika kami memutuskan reuni dan menghelat sebuah pertunjukan sederhana bertajuk Back To Wonderland di Matchamu Cafe Jum’at 11 desember kemarin hujan deras membasahi venue, membuat kocar-kacir segenap crew dan personil Orete kalang kabut berusaha menyelamatkan panggung dan berbagai peralatan musik di stage yang berada di luar ruangan.

Ya, kami luput memperhitungkan adanya sebuah tenda sangat penting untuk menutupi stage, karena siang harinya matahari masih gahar pamer panasnya. Hujan mulai mengguyur saat kami melakukan sound check pukul 3 sore dan tidak berhenti hingga pertunjukan tuntas.

                Beruntung, segenap crew dari Amat Production dan Roemansa Gilda sigap bekerja keras menyelamatkan acara kemarin. Dengan gagah berani mereka memanjat pohon di sekitar stage dan memasang atap darurat dari terpal.

Lebih beruntung lagi, para Carnivalse dan penonton tetap berdatangan ke Matchamu Cafe meski hujan rawan mengundang masuk angin dan meriang ke badan. Kami bersyukur bahwa pertunjukan sederhana malam itu tetap ramai oleh kawan-kawan yang dengan riang bergoyang bersama kami. Orete patut bersyukur Sisir Tanah tetap berkenan mendendangkan nada dan lirik sarat maknanya di tengah guyuran hujan. Kami wajib berbahagia segenap personil Orete tetap dapat bermain di panggung dengan penuh energi dan semangat sekalipun di sela pergantian lagu harus mengelap muka dan memeras lengan baju yang sarat oleh air hujan.

Semoga pertunjukan sederhana Back To Wonderland ini mampu mengobati kerinduan segenap Carnivalse pada musik kami. Bagaimana kelanjutan band karnaval ini berikutnya? Kami belum bisa memutuskan apakah karnaval akan dilanjutkan. Untuk membuat keputusan ini kami harus kembali duduk bersama dan membicarakannya dengan matang. Setidaknya band karnaval ini akhirnya berkumpul dan bermain kembali. Meminjam perkataan Eka Kurniawan seperti dendam reuni harus dibayar tuntas.

Orete

14 Desember 2015

Pintu Masuk Showcase Back to wonderland

Sisir Tanah

Aris Setyawan

Dhima Christian Datu

Penonton

Tea Datu dengan Accordeonnya

Antusian penonton

Divisi Tiup

Add caption

Rian Hidayat.


Danny Rachman

AATPSC X Sisir Tanah

Danny Rachman

Pertujukan

Aurelia Marshal
Salam






Galeri foto lebih lengkap dapat dilihat di Facebook atau Google Photos.

              

Saturday, December 5, 2015

Rilis Pers: Back To Wonderland Reunion Showcase


Hari itu, 27 Januari 2014, mendung menggelayut pekat di Jogja. Ekspresi langit yang seolah merespon keputusan mengejutkan dari Aurette and The Polska Seeking Carnival (AATPSC) untuk mengakhiri perjalanan sirkus mereka di wonderland. Masing-masing personil harus berfokus pada kegiatan akademis, saat itu menjadi alasan bubarnya kelompok musik asal kampus ISI Jogjakarta ini. Berita bubarnya ATTPSC cukup mengejutkan, mengingat saat itu musik folk berbumbu eropa mereka tengah naik daun dan mendapat sambutan hangat dari khalayak. Mereka bahkan sudah punya basis penggemar bernama carnivalse. EP Selftitled mereka yang dirilis dalam tiga format (cassette, CD dan vinil) juga laris manis diburu para pencari kenikmatan musik unik yang seolah datang dunia utopis ini.

Butuh waktu hampir dua tahun untuk Aurelia Marshal, Dhima Christian Datu, Aris Setyawan, Danny Rachman, Ahmad Mursyid, Khrisna Bayu dan Rian Hidayat menyadari ada yang keliru dengan keputusan mereka saat itu. Keputusan yang diakui terlalu terburu-buru dan membuat mereka lupa bahwa AATPSC sebenarnya patut diperjuangkan. Bahwa kebahagiaan yang meruap dari lagu-lagu semacam “Wonderland”, “Someday Sometimes”, “I Love You More Than Pizza”, dan “Letter To You” masih dibutuhkan untuk mewarnai dunia. Bahwa tenda sirkus mereka seharusnya masih bisa berkeliling kemana-mana. “Kami merasa musik adalah salah satu cara menjaga kewarasan di tengah kondisi dunia yang seperti sekarang. Musik karnaval kami adalah salah satu cara kami mengajak orang-orang untuk bersenang-senang dan berbahagia. Ini salah satu alasan yang akhirnya menjadikan kami berkumpul dan bermain kembali di Back To Wonderland,” ujar Aris Setyawan mewakili teman-temannya.

Untuk itu, sebagai permintaan maaf kepada carnivalse dan perwujudan tekat AATPSC untuk kembali menghidupkan tenda sirkus mereka dan membawa wonderland kemana-mana, mereka akan melangsungkan sebuah reunion showcase bertajuk “Back To Wonderland”. “Back To Wonderland” akan dilaksanakan hari Jumat, 11 Desember 2015 di Matchamu Cafe. AATPSC juga akan menggandeng musisi folk asal Jogja, Sisir Tanah untuk berkolaborasi. Dalam konser reuni ini, AATPSC akan membawa kembali nuansa wonderland ke panggung melalui musik dan tata panggung yang digarap oleh Roemansa Gilda, sebuah kolektif seni dari sisi selatan Jogja. 

Konser reuni ini mengundang siapa saja untuk hadir dan merayakan keriaan wonderland lagi, dan untuk itu tidak menggunakan tiket alias gratis. Selain pertunjukan musik, akan ada jasa sablonase dengan desain dari Dyusuv.

Akhir kata, kami mengundang siapa saja untuk merayakan kembali keriaan wonderland! See you on wonderland, carnivalse!


“BACK TO WONDERLAND” REUNION SHOWCASE
Date: Jumat, 11 Desember 2015
Time: 18.00 - end
Venue: Matchamu Cafe (Jl. Kaliurang km 5, Pogung Baru C-26)
Guest star: Sisir Tanah
FREE!
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
AURETTE AND THE POLSKA SEEKING CARNIVAL
Aurelia Marshal: Vocal, ukulele
Dhima Christian Datu: Vocal, Akordeon
Aris Setyawan: Drum
Danny Rachman: Bass
Ahmad Mursyid: Trumpet
Khrisna Bayu: Trombone
Rian Hidayat:Perkusi, Fagot


Thursday, November 26, 2015

Back To Wonderland


Dua tahun yang lalu di bulan januari. Musim penghujan sedang rajin menumpahkan air ke bumi. Kami masih ingat malam itu. Mendung menggelayut di langit Jogja. Mendung itu mengiringi kami saat memutuskan untuk mengakhiri karnaval dan membubarkan Aurette and The Polska Seeking Carnival.
Butuh waktu selama dua tahun hingga akhirnya kami tersadar bahwa keputusan mengakhir karnaval dan membubarkan Orete saat itu adalah sesuatu yang bisa dibilang cukup bodoh. Keputusan itu dibuat terburu-buru karena dipicu kenaifan kami sebagai anak muda yang kadang tidak bisa berpikir panjang.
Kondisi saat itu memang membingungkan. Kami tidak bisa lagi fokus pada band ini. Masing-masing dari kami punya kesibukan personal yang saat itu kami anggap lebih penting dari perkara bermusik di Orete.
Kekhilafan kami sebagai anak muda yang naif yang akhirnya memicu kami di malam mendung saat itu untuk dengan terburu-buru meresmikan pembubaran Orete, alih-alih berpikir dengan jernih dan mengumumkan vakum sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Butuh waktu kurang lebih dua tahun hingga akhirnya batok kepala kami tergetok oleh sebuah refleksi bahwa sebenarnya band ini layak untuk diperjuangkan. Bahwa kami harus tetap tinggal bersama di Orete, menulis lagu lagi, dan memainkan lagu itu di panggung-panggung.
Refleksi itu yang entah bagaimana menggiring kami, tujuh orang yang bernaung di Orete untuk duduk bersama dan membicarakan banyak hal. Mengakhiri diam yang sempat berakar selama dua tahun ke belakang. Serta membicarakan kemungkinan-kemungkinan apa yang bisa kami buat lagi bersama Orete ke depan.
Kemungkinan tersebut bisa saja berupa kesempatan melatih lagi lagu-lagu yang sempat terlupakan untuk kemudian merekamnya dalam sebuah album berikutnya yang sempat tertunda. Mungkin saja, siapa yang tahu. Tapi kemungkinan paling dekat yang bisa kami realisasikan secepatnya adalah bermain di sebuah pertunjukan reuni kecil-kecilan awal bulan Desember ini, di Yogyakarta.
Anggap saja pertunjukan kecil ini adalah semacam ajakan agar kami dan kalian bisa kembali ke Wonderland, setelah sebelumnya sempat tersesat dalam ketidakpastian selama dua tahun. Waktu, tempat, dan detail pertunjukan kecil itu akan segera kami kabarkan.
Mari kembali ke Wonderland. Semoga kalian sudi memaafkan kami yang naif dan khilaf ini.

Yogyakarta 26 November 2015.

Love
Orete.

Tuesday, January 28, 2014

Karnaval Harus Berakhir

Tak ada cara yang mudah untuk mengatakannya. Kami tahu akan banyak orang yang kecewa, mereka yang (barangkali) mengikuti jejak kami selama ini. Sebuah band dari selatan Yogyakarta bernama Aurette and The Polska Seeking Carnival (AATPSC). Namun diam terlalu lama juga akan membuat semuanya makin sulit, jadi kami memutuskan lebih baik kami katakan sekarang kepada para carnivalse (pendengar musik kami) dan ke khalayak luas, bahwa karnaval harus berakhir.

            Bermula dari keisengan segerombolan mahasiswa kampus seni di selatan Jogja yang bosan dengan setiap hari perkuliahan, AATPSC terbentuk pada bulan april 2012. Ya, Aurette bermula sebagai band untuk senang-senang, melupakan sejenak perkara akademis di kampus yang kadang teramat menjenuhkan. Setelah 2 tahun, band iseng ini ternyata tak bisa jadi iseng lagi, karena keisengan kami ternyata mendapat apresiasi. Musik kami diterima. Setelah hampir 2 tahun, AATPSC berwara-wiri ke berbagai panggung. Besar maupun kecil. Kami banyak manggung di Jogja, sempat berkunjung ke luar kota juga seperti Bali, Bandung, dan Jakarta. Kami banyak bersenang-senang di panggung tersebut. Dengan harapan semoga carnivalse juga bersenang-senang di situ.

            Bentuk keseriusan band ini terwujud dalam sebuah EP atau mini album atau album (terserah kalian menyebutnya apa) “Self Titled” berisi 7 lagu. Album tersebut dirilis dalam 3 format fisik yakni kaset pita, CD, dan vinyl. Serta sempat dirilis bebas unduh.

            Setelah hampir 2 tahun kami bermusik, tak sedikit media (sidestream atau mainstream) yang menulis tentang kami. Ini menandakan Aurette and The Polska Seeking Carnival, sebuah band iseng-iseng dari selatan Jogja agaknya sudah menorehkan sedikit jejak di industri musik Indonesia.

            Ok, cukup sudah bernostalgia. Singkat cerita begini, meminjam istilah aa’ Ariel dari Peterpan (atau Noah) bahwa “tak ada yang abadi” maka kesenangan karnaval yang AATPSC bawakan juga tak bisa jadi abadi. Tulisan singkat ini adalah pernyataan resmi bahwa terhitung semenjak 27 januari 2014 Aurette and The Polska Seeking Carnival (AATPSC) dinyatakan BUBAR. Kami harus mengakhiri kemeriahan karnaval yang selama hampir 2 tahun ini kami gaungkan. Kalau ditanya alasannya, kami ingin kembali ke dunia akademis. Beginilah band yang beranggotakan para mahasiswa. Kami harus kembali ke peran utama kami sebagai pelajar. Maka rombongan sirkus pantai selatan ini harus dibubarkan agar kami para anggotanya dapat kembali fokus ke dunia akademis, tanggung jawab kami yang paling utama.

            Tentu kami harus mengucapkan terima kasih kepada semesta. Ya, semesta dan segala isinya yang telah mendukung terbentuknya band ini. Orang-orang yang banyak membantu perjalanan band ini semenjak terbentuk hingga awal tahun 2014 ini. Mereka yang rela meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu mengenalkan band ini pada dunia. Terima kasih banyak kepada carnivalse, yang rela menyisihkan uangnya menebus rilisan album kami. Rela hadir ke setiap gigs dimana kami bermain. Sungguh, 2 tahun terakhir ini adalah momen luar biasa dan menyenangkan. Bersama kalian di setiap panggung adalah pengalaman yang tak akan terlupakan.

            Tulisan singkat ini harus diakhiri sama seperti judulnya bahwa karnaval harus berakhir. Kami harus mengucapkan maaf, kepada siapapun yang kami kecewakan. Apabila selama hampir 2 tahun ini ada tindakan kami yang menyakiti kalian, sungguh kami tak ada niat jahat apapun. Barangkali itu adalah bukti bahwa kami manusia, tak luput dari salah dan dosa. Kepada para carnivalse, maafkan kami!! Maaf kami harus berhenti sampai disini. Mungkin kita akan bertemu lagi di dunia lain, dunia yang berbeda dengan karnaval yang berbeda. Sebuah dunia utopis bernama Wonderland? Sekarang ijinkan kami kembali berjalan di setapak kecil kami, sebagai para pelajar yang ingin berkonsentrasi ke dunia akademis yang digelutinya.

Yogyakarta, 28 januari 2014.

Salam.

AATPSC